Sejarah Basyah Djojo Sundargo beliau cucu dari Sultan Hamengkubuwana III.

 



Mencari sumber sebanyak-banyaknya yang terkonfirmasi, terkoneksi, terkalibrasi, ter-validasi yang shahih juga ilmiah serta bisa dipertanggungjawabkan dan bukan cerita folklor belaka, cerita folklor meliputi cerita rakyat, legenda, cerita dongeng tapi diperkuat dan dipertegas oleh sumber primer, sumber sekunder, bukti-bukti, data-data, yang meliputi catatan-catatan lokal, babad, inskripsi, manuskrip, catatan administrasi belanda, catatan militer Belanda dan sebagainya untuk Menuliskan sosok kepahlawanan lokal suatu daerah yang tentu tidak mudah, Apalagi itu menjadi tulisan "perdana" bagi kesejarahan tokoh tersebut. Tidak terkecuali dalam edisi episode tema sejarah Perang Jawa alias perang Diponegoro di tahun 1825-1830.

Perang Diponegoro tentunya banyak melibatkan tokoh-tokoh pejuang lokal yang terlibat, selain sosok sentral dan utama yaitu Pangeran Diponegoro. 

Semoga ada yang mencoba menulis tentang kiprah salah satu tokoh wilayah lokal  di kabupaten Purworejo yang berkontribusi besar dalam perjuangan selama Perang Jawa seperti Basyah Djoyo Sundargo, Raden Ngabehi Djoyo Probongso, Raden Tumenggung Surodirjo mereka semua sering disebut-sebut dalam babad kedungkebo karya R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Purworejo perdana,juga tercatat dalam catatan-catatan militer Belanda, selain itu nama Raden Basah Djoyo Sundargo, Dullah Samparwadi juga pernah disebut oleh Pangeran Diponegoro di babad nya yaitu Babad Diponegoro edisi manado. 


Raden basah Djoyo Sundargo, Raden Ngabehi Djoyo Probongso, Raden Tumenggung Surodirjo, Dullah samparwadi Jasa-jasanya dalam peperangan tersebut ternyata sangat besar, bahkan mereka adalah pelopor peperangan di wilayah Bagelen yang dulu terdiri dari beberapa Kabupaten salah satunya kabupaten ketanggung, Kabupaten Kutowinangun, kabupaten Semawung. Atau sekarang ada di jawa Tengah bagian selatan.


Penulisan buku tentunya menjadi sebuah era kemajuan historiografi dalam beberapa tahun terakhir, dimana banyak penulis sejarah yang menggali sosok-sosok pembangkit semangat, pembangkit patriotisme, Indonesia sentris, dan kepahlawanan lokal menjadi "tokoh utamanya". Perlu diingat bahwa era kolonial  itu tidak melulu tentang Daendels, Raffles, Van de Bosch, atau VOC. Namun era kolonial juga dapat diisi oleh kesejarahan para Tokoh-tokoh lokal. Tapi sayang generasi sekarang sudah tidak tau kesejarahan obyektif tokoh lokal, seandainya ada pun hanya folklor ataupun tutur Tinular yg kadang diragukan ke -obyektif-an nya. Dan bahkan cenderung hanya cerita-cerita mistis.


Jika Yogya punya Pangeran Diponegoro

Jika Madiun punya Ronggo Prawirodirjo III, Sentot ali basah

Jika Bojonegoro punya Sosrodilogo

maka.... Kab. Purworejo jawa Tengah punya Basyah Djoyo Sundargo, Raden Ngabehi Djoyo Probongso, Raden Tumenggung Surodirjo, Dullah Samparwadi. 


Semuanya sebenarnya sangat layak untuk diangkat dan ditulis serta layak menyandang gelar sebagai "Pahlawan Nasional".


Berikut Silsilah Basyah Djojo Sundargo yang makamnya ada di Lengis kedungkamal grabag kabupaten Purworejo jawa Tengah.


Hamengkubuwono III

      I

B.R.A. Mangkuwijoyo

      I

R.M. Djojo Sundargo.


Surat kekancingan di dapat dari Bapak AKBP Wahyu Darsono dari salah satu keturunan Basah Djojo Sundargo di desa lubang Butuh.


Basah Djojo Sundargo seorang pejuang perang Jawa yang bermarkas di Lengis. Yang di era sekarang Lengis menjadi sebuah pedukuhan atau dusun di desa Kedungkamal kecamatan Grabag kab purworejo.

Nama Basyah Djojo Sundargo tercatat Di Dalam Babad Diponegoro edisi Manado karya Pangeran Diponegoro saat diasingkan di manado, 

Nama Basyah Djojo Sundargo juga banyak di tulis di Babad kedungkebo karya Bupati Purworejo pertama yaitu R.A.A. Tjokronegoro, 

Nama Basyah Djojo Sundargo juga tercatat dalam catatan militer Belanda. 


Berikut Surat Kekancingan Basyah Djojo Sundargo beliau cucu dari Sultan Hamengkubuwana III. Yang menandakan juga keponakan dari Pangeran Diponegoro..


Berikut Babad Kedung kebo, Durma XXXII (karya R.A.A. Tjokronegoro I Bupati Perdana Purworejo) bait nomor 32 - 34


Nomer 32. Jata Genti kanda kraman kang prapto pangaggenging prajurit Basah Djayasundarga lan kertapangalasan kalawan  reksaprajakeki pangeran putra, nami Dipanegari. 


Nomer 33. Ingkang sepuh wus djumeneng nami Sultan Erutjokro dulkamid salin namanira kagentosan putra ingkang arso ngrangsang biting dateng tjengkawak sigra tjampuh ngadjurit. 


Nomer 34. Pangeran Balitar aneng djro biting tjengkawak sedaya pra priyaji pan amping-ampingan, biting kang dereng dadyo. 

Sakatahe pra kompeni amping-ampingan wedi keno mimis. 


Terjemahan nya kurang lebih begini : 


32. Berganti musuh kraman/pembrontak yang datang, Pemimpin Prajuritnya Basah Djoyosundargo dan Kertopengalasan bersama Putra Pangeran Diponegoro yang bernama Diponegoro Anom


33. Yang tua sudah menjadi Sultan bergelar Heru cokro abdul Hamid, nama Diponegoro juga dipakai oleh putranya (istilah orang Jawa bila ada anak memakai nama ayahnya disebut "nunggak semi") yang ingin menyerang benteng cengkawak. 

Segeralah mereka berperang. 


34. Pangeran Balitar ( kemungkinan adalah Pangeran Balitar II ) ada di dalam benteng cengkawak, dan semua bangsawan saling melindungi, benteng(cengkawak) yang belum benar-benar jadi, semua para kompeni saling menjaga takut terkena peluru.


Sumber : R.A.A. Tjokronegoro I alias Kyai Adipati Tjokrojoyo alias Ngabei Reksodiwiryo, Babad Kedung kebo, Durmo XXXII nomor 32, 33, 34


Foto. Makam Basyah Djoyo Sundargo di Lengis yang di era sekarang kemerdekaan RI di administrasi Desa kedungkamal, kecamatan Grabag kabupaten Purworejo.


By. Nka


Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAWASUL

Cara HADIAH FATIHAH

LIRIK LAGU PURGATORY